Esensi pendidikan kepramukaan adalah pembentukan karakter peserta didik. Hasil yang diharapkan dari proses pendidikan kepramukaan adalah generasi mandiri dan siap menyesuaikan diri dengan segala kondisi kehidupan. Sebagai suatu proses, pendidikan kepramukaan membutuhkan metode khusus yang dikenal dengan metode kepramukaan dan terdiri dari delapan elemen dasar yang saling terkait secara sinergis.
Elemen pertama adalah melalui pengamalan kode kehormatan pramuka yang berisi janji dan nilai moral. Janji ini merupakan kesanggupan untuk memenuhi suatu kondisi di waktu yang akan datang. Ini adalah bentuk komitmen yang dibangun dalam jiwa peserta didik. Bukan sekedar hafalan kalimat saja, namun sebagai script yang akan mengaktifkan tindakan dengan skala prioritas sesuai nilai moral. Janji seorang Pramuka terdiri atas eka satya, dwi satya, dan tri satya. Eka satya merupakan janji yang dimateraikan pada pribadi pramuka golongan pra siaga, dwi satya dimateraikan pada pribadi Pramuka golongan siaga sedangkan tri satya untuk golongan penggalang, penegak, pandega, dewasa. Nilai moral dalam darma pramuka terbagi sebagai eka darma untuk prasiaga, dwi darma untuk siaga, dan dasa darma untuk penggalang, penegak, pandega serta dewasa.
Elemen kedua adalah melalui kegiatan belajar sambil melakukan. Metode ini merupakan bentuk aplikasi teori empirisme yang meyakini bahwa pengetahuan didapatkan dari pengalaman. Pengalaman akan mudah diingat karena melibatkan seluruh komponen indrawi baik secara sensorik maupun motorik. Hal ini memicu kerja otak memproses data kepada sistem kerja otak anak. Dengan metode ini, peserta didik memperoleh peluang untuk mengalami peristiwa-peristiwa ilmiah dan positif.
Elemen ketiga adalah melalui belajar berkelompok. Berkelompok merupakan bentuk sifat manusiawi sebagai makhluk sosial yang memerlukan kehadiran orang lain untuk dapat saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dinamika dalam kelompok dapat menciptakan berbagai kondisi yang terkait dengan dilema kepentingan antara kepentingan pribadi atau kepentingan komunitas. Di sinilah peserta didik belajar membiasakan diri untuk dapat mengambil keputusan sikap yang bijak agar tujuan kelompok dapat tercapai. Ketika tujuan kelompok tercapai, maka seorang anggota sebagai bagian kelompok juga mendapatkan kepentingannya.
Elemen keempat adalah melalui kehadiran orang dewasa sebagai figur motivator, konsultan, serta influenser bagi peserta didik. Keberadaan pembina sebagai anggota dewasa pada masing-masing golongan berbeda porsinya. Jika pada golongan siaga, porsi pembina dalam kegiatan peserta didik akan lebih besar dan peran utamanya adalah sebagai pemberi petunjuk, contoh, dan membantu mengatasi kesulitan peserta didik. Pada golongan penggalang, porsi pembina sebagai pemberi petunjuk dan mengevaluasi hasil belajar peserta didik. Pada golongan penegak, porsi pembina sebagai rekan kerja peserta didik dan konsultan. Pada golongan pandega, porsi pembina sebagai konsultan dan pengawas.
Elemen kelima adalah melalui kegiatan di alam terbuka, sehingga ruang lingkup penalaran peserta didik bisa lebih terbuka luas. Peserta didik akan lebih mampu beradaptasi dengan kondisi alam, mengenal gejala-gejala perubahan alam, dan memahami karakteristik alam semesta. Hal ini juga menumbuhkan rasa peduli terhadap alam sebagai elemen kehidupan yang perlu dijaga.
Elemen keenam adalah melalui pemberian tanda kecakapan atas pencapaian kompetensi peserta didik. Perbedaan utama pendidikan kepramukaan dan pendidikan formal di sini. Pada pendidikan formal, hasil pencapaian peserta didik dinilai dengan angka-angka. Tanda kecakapan didapatkan setelah peserta didik menyelesaikan tingkatan kompetensi tertentu. Tanda kecakapan terbagi atas tanda kecakapan umum dan tanda kecakapan khusus.
Elemen ketujuh adalah melalui permainan menarik, menantang, menyenangkan dan mengandung pendidikan. Kegiatan pendidikan kepramukaan dikemas dalam bentuk sebuah permainan atau cerita yang menarik, peserta didik ditantang untuk menyelesaikan sebuah misi, dibangun suasana menyenangkan dengan menyuguhkan konten pendidikan.
Elemen kedelapan adalah melalui satuan terpisah menurut gender. Apakah ini bukan diskriminatif? Bukan. Justru metode ini berasas keadilan dan kesetaraan kelompok. Peserta didik laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda.
*Kak Hand
Tidak ada komentar:
Posting Komentar